Indonesia Berkebun | Makan, Petik Dari Kebun

33855
Foto: ISTIMEWA

Memetik bayam, sawi, kangkung atau cabe tidak hanya dilakukan para petani. Masyarakat sipil yang bekerja digedung perkantoran bisa merasakan memetik sayuran hasil bercocok tanam.

Menjaga ketahanan pangan, itulah ajakan yang ingin disuarakan oleh Indonesia Berkebun. Komunitas yang menggagas bercocok tanaman pangan dengan memanfaatkan lahan-lahan kosong perkotaan. Pasalnya dengan memanen dari hasil kebun, masyarakat tidak hanya dapat menghemat pengeluaran belanja melainkan mereka dapat hidup lebih sehat. “Kalau kita tanam sendiri nggak mungkin pakai pestisida. Sedangkan kalau beli di pasar atau mall, kita tidak tahu asal sayuran dari mana,” ujar Sigit Kusumawijaya, salah satu penggagas Indonesia Berkebun yang ditemui di bilangan Sudirman, Jakarta, Rabu (8/7). Di sisi lain, berkebun bisa mengurangi jejak karbon karena tidak perlu berkendaraan untuk berbelanjaan kebutuhan pangan.

Saat ini, komunitas telah memiliki 43 jejaringan yang tersebar di Aceh sampai Papua. Masing-masing wilayah menamakan komunitas sesuai dengan nama wilayah tersebut, seperti Aceh Berkebun, Papua Berkebun, Jakarta Berkebun, Padang Berkebun dan sebagainya. Jejaring yang tersebar di 34 provinsi masing-masing terdiri dari penggiat dan masyarakat sekitar. Konsep dasarnya komunitas lebih menyasar pada masyarakat kota yang lebih sering terpapar polusi, namun tidak menutup bagi masyarakat desa untuk ikut bergabung.

Sigit menegaskan Indonesia Berkebun menyaring ketat pada setiap pihak yang ingin ikut bergabung. Pasalnya, mereka tidak menginginkan kegiatan komunitas hanya dilakukan sekelompok orang tanpa melibatkan masyarakat. Jika hanya sebagai kegiatan komunitas, ajakan menyebarkan “virus” berkebun tidak akan tersampaikan. Anggota inti setiap komunitas yang disebut penggiat biasanya terdiri dari lima sampai sepuluh orang. Lalu mereka akan mengajak masyarakat sekitar atau rekan-rekannya untuk ikut berkebun yang dilakukan di akhir pekan. Sehingga ajakan berkebun dapat menular ke masyarakat sekitarnya.

Mengajak masyarakat kota berkebun bukan perkara gampang. Mereka terbiasa dengan kehidupan serba praktis dan sarat teknologi. Sementara , cocok tanam merupakan kegiatan yang membutuhkan kesabaran dan ketelatenan untuk mengolah tanaman hingga memasuki masa panen. Untuk itu, Sigit memiliki trik khusus untuk mengiming-ingimi masyakarat urban agar mau bercocok tanam.

Pada akhir pekan, khususnya saat kopi darat, acara cocok tanaman tidak disertai dengan penyuluhan tanaman, sepertihalnya yang dialakukan orde di masa lampau. ”Karena, orang kota nggak bisa digituin,” ujar dia. Acara bercocok tanam dibuat bersama perhelatan musik atau masak memasak yang menjadi kesenangan masyarakat urban. Dengan acara yang dibuat sesuai gaya hidupnya, diharapkan mereka tergerak untuk bercocok tanam.

Tantangan tida tidak berhenti situ. Saat mulai menanam sayur mayur, terkadang mereka tidak sabar menunggu hasil panennya. “Orang kota nggak sabaran, mereka inginnya cepat panen,” ujar Sigit. Padahal paling cepat, sayuran dapat dipetik setelah beruia 18 sampai 21 hari atau tiga minggu, seperti kangkung dan bayam.”Misal baru tanam satu minggu, mereka langsung lapor ke twitter. Kok, tanaman saya masih kecil. Ya iyalah,” terang laki-laki yang berprofesi sebagai arsitek itu. Sementara untuk memantau perkembangan aktifitas masing-masing jaringan, Indonesia berkebun memanfaatkan jasa media sosial. Cara ini dipandang efektif untuk melakukan komunikasi dari sabang sampai merauke.

Kegiatan yang dilakukan berdasarkan jejaringan dipandangan lebih menguntungkan. Dengan mudah, setiap anggota akan saling mengontak bila tengah berada di luar kota. Seperti, mereka bisa minta tolong ditemani saat mencari bibit tanaman tertentu. Berbeda dengan di luar negeri, urban farming (pertanian di perkotaaan) turut menggejala di sejumlah negara, ambil contoh Amerika Serikat. Hanya, mereka lebih condong berdiri sendiri tanpa membentuk jejaringan. Sehingga timbul kesan, sifatnya lebih individual. Setelah lima tahun berdiri, Sigit menyadari bahwa keanggotaan di suatu komunitas bisa datang silih berganti, keluar masuk sesuka hati. Namun paling tidak, gerakan ini dapat menggugah kesadaran masyarakat untuk hidup lebih sehat. Sehat makanan yang dimakan dan sehat lingkungan sekitar dengan mengurangi pembuangan karbon.  din/E-6

Cara Bertahan Hidup

Memanen tanaman dari hasil kebun, sudah pasti. Namun dibalik hasil kebun yang royoroyo, ada penghematan biaya belanja sekaligus menghilangkan stress.

Bagi Mustain, kegiatan berkebun tidak sekedar memetik hasil panen. Lakilaki yang berprofesi sebagai desain grafis mengatakan berkebun dapat menyegarkan pikirannya saat tidak memperoleh ide untuk berkreasi. “Kalau sedang tidak mendapatka ide lalu melihat daun, melihat kupu-kupu, pikiran kembali fresh lalu ide kreatif muncul,” ujar Penggiat Jakarta Berkebun yang dihubungi beberapa waktu lalu.

Bagi dia, kegiatan berkebun menjadi cara untuk bertahan hidup di saat perekonomian negara tengah lesu dan harga-harga kebutuhan pokok membumbung tinggi. Seperti yang terjadi di Yunani, krisis keuangan yang melanda di negara itu meminta warganya untuk bercocok tanam guna mencukupi kebutuhan hidup.

Dalam buku sejarah semasa sekolah telah disebutkan bahwa masyarakat masa itu bercocok tanam untuk bertahan hidup. “Kadang saya memiliki angan-angan liar, kalau tiba-tiba bumi tidak bisa ditinggali lalu pindah ke Mars. Kita bisa bertahan hidup dengan bercocok tanam,” ujar dia tentang angan-angannya tersebut.

Kurang lebih setahun yang lalu, Mustain mulai ikut berkebun. Berawal diajak seorang teman, akhirnya dia kepincut bercocok tanaman sayur mayur di sekitar perumahan daerah Jakarta Barat. Berbagai jenis tanaman seperti oyong, daun mind, kangkung, ginseng, jagung, pakcoy maupun terong ditanam di sekitar lahan perumahan yang masih kosong. Dia berharap kegiatan berkebun menjadi gaya hidup sepertihalnya pergi ke pusat perbelanjaan.

Seperti Mustain, Warid merasakan manfaat menanam sayur mayur untuk kebutuhan sehari-hari. “Karena bisa mengurangi biaya, nggak hanya biaya belanja tetapi biaya transportasi,” ujar dia. Dengan berkebun sendiri, dia dan anggota komunitas lainnya bisa mengurangi anggaran untuk belanja. Di sisi lain, ia dan teman-teman komunitas lainnya secara tidak langsung mendapatkan pegetahuan mengenai cara bercocok tanam, mulai cara menanam sayur mayur maupun pengolahan tanah.

Selain itu, kegiatan berkebun membuat bahagia. Setelah berhasil menanam satu jenis sayuran tertentu maka akan ketagihan menanam sayuran yang memiliki proses kerumitan yang berbeda, seperti bawang maupun cabe. Ada komunitas membuat para penggiat dan anggota dapat saling tukar informasi satu dengan yang lainnya, terutama untuk pengelolaa tanaman, pengolahan lahan maupun kalau masalah hama tamanan.  din/E-6

Perlu Dukungan Berbagai Pihak

Indonesia Berkebun menggunakan lahan-lahan kosong di perkotaan untuk cocok tanam. Kebanyakan lahan yang digunakan milik pengembang perumahan yang belum digunakan untuk mendirikan bangunan. Mereka meminjam dan mengembalikan kalau lahan akan digunakan oleh pemiliknya.

Sigit Kusumawijaya, salah satu penggagas Indonesia Berkebun berkeyakinan bahwa di perkotaan masih terdapat lahan kosong yang bisa digunakan untuk bercocok tanam. “Kalau dilihat secara kasat mata nggak kelihatan. Tapi kalau dengan google map, banyak lahan yang belum dipergunakan,” ujar dia. Daripada dibiarkan kosong, lahanlahan itu bisa digunakan untuk bercocok tanam sehingga kesadaran masyarakat terguguha untuk menghasilkan sayuran sendiri.

Di sisi lain, Sigit mengakui bahwa menggunakan lahan perumahan tidak semudah yang dibayangkan. Karena kebiasaan orang Indonesia, kalau meminjam barang tidak pernah diperhatikan sehingga tidak semua pengembang mau diajak bekerja sama. Dengan upaya dan jejaringan, kekhawatiran tersebut sirna. Ada beberapa pengembang yang lahannya bersedia dipinjam untuk aktifitas berkebun, seperti di Perumahan Sprill Hill, Casa Goya Park Residence serta Bumi Pesanggrahan Emas di daerah Bintaro. Bahkan Komunitas Jakarta Berkebun yang merupakan bagian Indonesia Berkebun, mereka pernah ditawari untuk menggunakan lahan.” Tapi ternyata salah kaprah, kita dianggap tukang kebun. Mereka bilang, ini ada kebun tolong digarap. Lalu kita luruskan bahwa kita menggarap kabun bersama masyarakat,” ujar dia.

Cukup beruntung bagi anggota komunitas yang berada di daerah. Mereka mendapatkan dukungan dari pemerintahan setempat dalam pengadaan lahan. Bahkan di suatu daerah, istri bupati ikut terlibt dalam pengelolaan kebun. Jika berkebun menjadi program pemerintah daerah, efeknya akan lebih besar lagi. Sayangnya, pemerintahan Jakarta pusat belum melirik gerakan untuk ketahanan pangan ini sebagai bagian dari program pemerintah. Sebab sebagai gerakan masyarakat, Indonesi Berkebun tidak dapat berjalan sendiri khususnya untuk pengadaan lahan. Mereka membutuhkan bantuan pemerintah maupun stakeholder. “Sayang, kalau ada tanah tidak dimanfaatkan hanya penuh dengan rumput,” ujar dia.

Peggunaan lahan kososng untuk perkebunan sekaligus untuk menjaga kesuburan tanah. Mustain, Penggiat Jakarta Berkebun mengatakan bahwa tanah yang telah digunakan untuk bangunan tidak dapat langsung digunakan bercocok tanam. Tanah perlu diolah terlebih dahulu karena terlah bercampur dengan semen. ”Kalau kami beli tanah di daerah Tangerang. Lalu, lahan yang akan digunakan ditimbun dengan tanah tersebut, ini nggak bisa langsung digunakan tapi perlu didiamkan terlebih dahulu. Baru kemudian, tanah diberi pupuk kandang lalu bar bisa digunakan,” ujar dia. Maka sangat sayang, kalau ada lahan dibiarkan kosong padahal masih bisadimanfaatkan, khususnya lahan pangan.  din/E-6

 

Published by Koran Jakarta on Saturday, August 1, 2015
Link: http://www.koran-jakarta.com/?33855-makan-petik-dari-kebun