Lebih Dekat dengan Sigit Kusumawijaya, Arsitek dan Inisiator Indonesia Berkebun
Rooang.com | Indonesia Berkebun dengan 40 jejaring-nya di seluruh Indonesia memanfaatkan lahan di area perkotaan untuk dijadikan lahan pertanian kota sebagai sebuah ruang publik bersama yang baru untuk dimanfaatkan warga sekitarnya. Indonesia Berkebun bercita-cita untuk menularkan semangat urban farming kepada warga lainnya untuk lebih peduli terhadap lingkungan perkotaan. Agar kota menjadi lebih hijau, bersih, sehat nyaman dan mempunyai nilai dan kualitas yang tinggi untuk ditinggali oleh generasi penerus, dan memiliki kemandirian pangan.
Indonesia Berkebun adalah komunitas yang bergerak melalui jejaring sosial (baik twitter, facebook, blog) untuk menyebarkan semangat positif agar lebih peduli terhadap lingkungan dan perkotaan dengan program urban farming. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan lahan tidur di kawasan perkotaan yang diubah fungsi menjadi lahan pertanian/perkebunan produktif dengan peran serta masyarakat sekitar. Semangat ini berawal dari media sosial twitter @Idberkebun yang disambut baik oleh para netizen yang menginginkan kota yang lebih sehat, lebih hijau, dan lebih membawa manfaat. Dengan semangat untuk berbagi, para “sahabat berkebun” menjadi buzzers dan influencers, baik di twitter maupun jejaring sosial lainnya. Sehingga saat ini Indonesia Berkebun sudah berkembang di lebih dari 31 kota & 9 kampus di Indonesia, tergabung dalam jejaring Indonesia Berkebun yang memiliki visi dan tujuan yang sama.
Selain kegiatan-kegiatan berkebun di lapangan, dalam mengedukasi, Indonesia Berkebun mengembangkan kelas @akademiberkebun untuk belajar berkebun dan bisnis tentang agrikultur yang diberikan kepada publik secara cuma-cuma. Kelas ini biasa dilakukan secara offline di beberapa tempat yang membutuhkan edukasi, seperti kelompok masyarakat, perusahaan maupun sekolah-sekolah TK ataupun SD. Indonesia Berkebun sudah banyak mendapatkan apresiasi, baik dari media ataupun penghargaan berskala nasional hingga internasional, seperti Google Asia Pacific Awards 2011 (kategori: “Web Heroes”), Nutrifood Inspiring Movement 2014, ataupun shortlisted di Ashoka Changemakers 2013.
Komunitas-komunitas online kreatif seperti di atas, selain menciptakan ruang publik di dunia maya juga menciptakan ruang-ruang bersama secara fisik di ranah publik sesuai dengan tujuan dan visi mereka masing-masing. Melalui dunia maya seperti media sosial, anggota komunitas saling berinteraksi dan berkomunikasi yang membentuk dialog dan diskursus hingga akhirnya mereka memutuskan untuk melakukan aktivitas atau gerakannya secara offline. Dengan pertemuan secara offline tersebut, ruang bersama di ranah publik tercipta. Indonesia Berkebun dan Keuken Bandung mengampanyekan visi masing-masing melalui media sosial. Dan setelah diputuskan oleh penggiat ataupun hasil diskusi dengan anggota-anggota komunitasnya, mereka berkumpul dan melakukan kegiatannya masing-masing. – Sigit Kusumawijaya
Siapa Dalangnya?
Nah, siapakah salah satu dalang dibalik Indonesia Berkebun? Ialah Sigit Kusumawijaya. Lahir di Jakarta pada 14 November, tahun 1981, arsitek yang akrab dipanggil Sigit ini telah menangani beberapa proyek desain dan tulisan dalam bidang arsitektur, perencanaan kota, desain grafis, dan juga proyek sinematografi dan musik berama beberapa komunitas. Sigit juga menulis di blog pribadinya, http://sigitkusumawijaya.blogspot.com.
Sejak awal berdiri hingga sekarang, member Indonesia Berkebun sendiri terdiri dari beragam profesi. Salah satu tujuan Indonesia Berkebun sendiri adalah mengembalikan kesuburan lahan perkotaan yang rusak dan tidak terpakai. Kepedulian pada lingkungan inilah yang dirasa Sigit sesuai dengan concern pada aktivitasnya sebagai seorang arsitek. Meskipun member yang bergabung di Indonesia Berkebun semuanya adalah volunteer alias tidak dibayar, tetapi semangat mereka untuk membuat sebuah gerakan perubahan tidak pernah padam hingga kini.
Arsitek muda ini mencapai beberapa penghargaan dan publikasi dari kompetisi serta menjadi pembicara dan presenter di beberapa seminar atau konferensi yang ia berpartisipasi dalam skala nasional maupun internasional.
image credit
Dengan pengalamannya, ia juga telah membuktikan bakat dan keterampilan baik di nasional dan skala internasional seperti selama internship di TR Hamzah & Yeang Sdn. Bhd (Ken Yeang) berpartisipasi pada proyek besar Malaysia, Malaysia Desain & Teknologi Center; Andra Matin Architects di mana ia bekerja sebagai Project Architect untuk proyek-proyek skala menengah; Mei Architecten & Stedenbouwers BV, Belanda, sebagai Urban Designer; dan di PT MRT Jakarta sebagai Senior Architect dan Urban Designer. Menjadi salah satu dari Nominasi Satu Indonesia Award 2011: Pemuda Berprestasi yang diinisiasi oleh Astra Indonesia, Sigit kemudian mendirikan konsultan arsitektur dan urban design dengan nama Sigit Kusumawijaya Architecture and Urban Design, dan juga mengajar di Universitas Indonesia sebagai Dosen Tamu.
Membangun Jejaring
Keterlibatannya dalam berorganisasi tidak dapat dipisahkan dari kehidupannya. Ia kini mengelola Sigit Kusumawijaya Architecture and Urban Design, menjabat sebagai Public Relation di Indonesia Berkebun, serta mengelola Komunitas Belajar Desain nampaknya masih belum cukup baginya. Sigit juga menjabat sebagai Ketua Bidang Komunikasi & Hubungan Strategis Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Jakarta.
image credit image creditDengan rekan-rekannya ia mendirikan komunitas Belajar Desain, sebuah komunitas desainer terbuka untuk desainer muda, seniman, arsitek dan praktisi desain lainnya. Sigit saat ini juga menjadi Executive Steering Committee Member untuk Atap Jakarta – House Vision Indonesia, sebuah organisasi yang fokus kepada hunian di masa mendatang di Jakarta.
Ia tidak menyangka bila jalan takdir akan menuntunnya menjadi seorang arsitek. Sigit sendiri mengaku mengetahui dunia arsitektur sejak menempuh pendidikan di bidang arsitektur. Bakat menggambarnya sejak kecil membuatnya sering dijuluki calon arsitek baik oleh orang tua maupun orang-orang disekitarnya. Sering dibilang cocok menjadi arsitek membuat hal tersebut terpatri dalam ingatannya sehingga ia memutuskan untuk masuk kuliah arsitektur di Universitas Indonesia.
Saat berkuliah di jurusan arsitektur, Sigit mengaku tidak tahu prospek masa depan profesi arsitek yang akan ia jalani kelak. Tapi keinginannya dan dukungan keluarga membuat Sigit tidak terlalu mempedulikan hal tersebut. Lulus kuliah di Universitas Indonesia, Sigit sempat bergabung dengan Andra Matin Architectskemudian ia mendapatkan banyak ilmu arsitektur yang berguna. Niat untuk memperdalam ilmu membuat Sigit memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di Departemen Urbanism, Fakultas Arsitektur, Delft University of Technology (TU Delft), Belanda.
(Baca juga: 3 Pemimpin Daerah yang Jadi Tokoh Arsitektur)
Ia segera kembali belajar memperdalam ilmu arsitekturnya, kali ini ia mengambil bidang perkotaan yang masih merupakan turunan arsitektur dalam ranah yang lebih besar. Dengan menyandang gelar Master of Science, Sigit merasa kehilangan network yang sempat dibangunnya sebelum melanjutkan kuliah di Belanda. Keterlibatannya dalam berorganisasi, membuat Sigit mencoba mengumpulkan sebuah network baru dengan menerima ajakan bergabung bersama Ridwan Kamil yang sekarang menjabat sebagai Walikota Bandung untuk membuat sebuah gerakan urban farming. Gerakan itulah yang akhirnya tumbuh menjadi sebuah gerakan Indonesia Berkebun.
Arsitektur Indonesia dan Gaya Luar Negeri
Di zaman ini, menurut Sigit, banyak orang yang asal copy paste gaya dari luar negeri. “Saat masih mahasiswa, meniru gaya luar untuk tugas kuliah. Saat bekerja, nanti mereka terapkan lagi untuk pekerjaannya. Bolehmengupdate perkembangan gaya dari luar negeri, tetapi jangan meniru. Arsitektur Indonesia tidak mungkin terus bergaya tradisional.”
Ada pula kasus, klien yang berlagak seperti orang kaya baru. Melihat elemen-elemen rumah klasik dengan pilar-pilar bergaya Yunani. Sigit mengatakan bahwa kebanyakan orang akan bangga jika rumahnya memiliki pilar-pilar seperti gaya mediteranian. Apakah di Indonesia cocok diberi gaya seperti itu? Menurutnya, secara konteks budaya dan fisika bangunan tidak cocok. Tugas arsiteklah yang mengedukasi klien. Mengomunikasikannya dengan baik. Karena kadang klien biasanya memiliki banyak ide tapi bisa jadi kurang menguasai ilmu tentang dunia arsitektur. “Ada beberapa arsitek yang sangat idealis,” ujar Sigit, “Satu tahun, dia jarang menerima klien. Kalau klien tidak mau diedukasi, ya, ditinggal,” tambahnya.
“Seorang arsitek harus mampu memecahkan masalah dan memberi pengetahuan kepada klien. Sehingga akan ditemukan sebuah win-win solution.” – Sigit Kusumawijaya
Di saat kuliah, mahasiswa arsitektur akan mendapatkan mata kuliah teknik komunikasi arsitektur. Bagaimana cara presentasi dengan baik ke klien.
Arsitektur tradisional lebih ahli dalam mengantisipasi segala kemungkinan di Indonesia. Contohnya kemungkinan gempa. Indonesia adalah daerah yang rawan gempa. Pondasi seharusnya jangan dari beton atau cakar ayam. Lihatlah pondasi rumah-rumah tradisional yang lebih kuat, jika gempa, mereka hanya bergeser-geser saja.
Arsitek yang Terjun ke Masyarakat
Fenomena saat ini, tidak banyak arsitek yang terjun ke sosial. “Kadang arsitek mengeluh, merasa kurang dihargai. Nyatanya, arsitek sendiri yang kurang terjun ke masyarakat,” tuturnya.
Jadi kadang-kadang arsitek yang sangat idealis, mereka jarang terjun ke masyarakat, lingkungannya hanya eksklusif di kalangan arsitektur. Omongannya tinggi, tetapi orang awam tidak mengerti. “Dulu saya membentuk forum yang orang awam boleh ikut. Bahasa sesantai mungkin. Mengajari orang awam memang harus pakai bahasa mereka,” ungkap Sigit. Komunitas Belajar Desain namanya. Komunitas itu sendiri terbuka untuk para arsitek, desainer, seniman dan praktisi desain yang lain dan kerap melakukan diskusi dan berbagi karya mereka secara regular.
“Seperti Kang Emil (Ridwan Kamil, red.), mengapa ia menjadi walikota? Karena sering terjun di masyarakat, dengan Urbane-nya, sehingga orang mengenal dia. Malah menjadi public figure. Ada juga arsitek yang terjun ke sosial seperti Romo Mangun, Prof. Josef Prijotomo, Marco Kusumawijaya, dan lain-lain.” – Sigit Kusumawijaya
Sigit sendiri mengaku cukup ketat untuk segala sesuatu yang melanggar aturan dan tidak sesuai dengan prinsipnya. Misalnya membangun di tempat yang peruntukannya sebagai daerah resapan air hujan atau di ruang terbuka hijau. “Beberapa karya ada sedikit unsur green. Kebetulan klien suka berkebun, meminta adarooftopfarming. Tidak pakai polybag sehingga ada treatment khusus. Green bukan berarti harus menanam pohon. Namun juga memikirkan penghematan energi dan peresapan air. Kita juga harus memperhatikan peraturan. Kadang-kadang, orang masih curang, mengakali peraturan. Dalam satu area, ada Koefisien Dasar Bangunan (KDB) atau area yang boleh dibangun. KDB di perkotaan ialah 40-60%. Jadi misalnya punya lahan seluas 100, KDB-nya 40 atau 60, berarti yang boleh dibangun maksimal cuma 60,” ceritanya.
Bagaimana Caranya Mencari Inspirasi?
Dalam menghasilkan karya, inspirasi seorang arsitek bisa datang dari mana saja. Arsitek tentunya harus sering melihat dan menajamkan intuisi atau sensitivitas terhadap lingkungan dan objek-objek menarik yang belum tentu harus objek arsitektur. Sigit mendirikan komunitas belajar desain untuk berbagi ilmu bersama dengan yang lain.
Melihat pertunjukan teater dan pameran seni pun dapat menghasilkan inspirasi tersendiri, karena Sigit percaya bahwa kreativitas memiliki sebuah benang merah dimana inspirasi bisa di dapat dari mana saja dan dapat dituangkan di karyanya. Jalan-jalan dan traveling dapat menumbuhkan ide-ide kreatif tersendiri.
“Proses menuangkan sebuah ide sendiri tidak pernah bisa ditentukan waktunya. Terkadang bisa cepat dan tidak jarang butuh waktu yang tidak sebentar.” – Sigit Kusumawijaya
Published by Rooang.com on April 2015
Link: http://rooang.com/2015/04/lebih-dekat-dengan-sigit-kusumawijaya-arsitek-dan-inisiator-indonesia-berkebun/